note: aku bukan orang yang pandai menulis, catatan ini mungkin tidak terstruktur. tapi aku harap, catatan ini tetap bisa menyampaikan pesannya kepada teman-teman semua.
"Seorang anak perempuan yang tangki cintanya sudah terpenuhi oleh ayahnya di rumah, gak bakal nyari perhatian lagi di luar".
bosen denger statement ini? ya, aku juga. kalimat ini tidak salah, tapi tidak membawa dampak apapun ke "kami" yang fatherless ini. setiap mendengar kalimat ini, hatiku berdesis sinis, "okay, so what?". tulisan-tulisan yang ada, ceramah-ceramah yang ada, seakan terlalu fokus pada yang seharusnya, tapi lupa dengan kami yang memang sudah tidak sesuai dengan yang seharusnya.
"'seharusnya anak tuh dipenuhi tangki cintanya di rumah'. iya, tau. tapi kami hanyalah seorang anak yang tak berdaya. siapa yang harus kami salahkan? orang tua? sanak saudara? takdir?"
"siapa juga yang mau ayahnya meninggal di usiaku yg masih 2 tahun?"
"katanya, kalau seorang ayah meninggal, saudara laki-laki ayah yang harus menggantikan perannya. tapi, siapa yang bisa membuat pamanku menjadi perhatian layaknya seorang ayah kepada ku? apakah pamanku paham akan hal ini?"
"mau gimana pun, perhatian paman pada ponakan (apalagi ponakan perempuan), gak bakal sebaik ayah kandungnya"
"yang tangki cintanya penuh, gak bakal nyari perhatian lagi. berarti, yang belum penuh boleh dong mencari perhatian pada lelaki lain?"
------
oke-oke, mari bahas satu-satu. disclaimer dulu, aku gak mau bilang diriku fatherless secara total. karena paman-pamanku, sudah berusaha dengan segenap kemampuan mereka untuk menjadi ayah bagiku dan kakakku. aku menyayangi dan menghargai usaha mereka.
dalam islam, ketika seorang ayah meninggal, saudara-saudaranya lah yang berperan menjadi "wali" bagi si anak. aku beruntung, ayahku punya banyak saudara laki-laki yang menyayangiku. kakekku juga sangat menyayangiku. hampir tiap weekend sarapan di kedai kopi bersama kakek, hampir tiap liburan ke luar kota bersama paman, masih di-support secara finansial oleh mereka, aku cukup beruntung.
aku tidak fatherless seutuhnya, tapi tetap merasa fatherless. seberusaha apapun paman-pamanku ini, seberusaha apapun aku mendekatkan diri kepada mereka, kemampuan kami tetap ada batasnya.
--------
makin dewasa, aku makin merasa jauh dari mereka. ngerti gak sih, rasanya jadi aku? aku ponakan perempuan, dan makin lama makin dewasa. makin lama rasanya makin ada batasan antara aku dan paman-pamanku, makin ada rasa malu dan segan kepada mereka. aku udah gak bisa manja-manja seperti sebelumnya. pun paman-pamanku juga punya anak. kadang aku merasa gak enakan kepada sepupu-sepupuku. ikut "nimbrung" sebagai anak dari pamanku, karena ayahku yang sudah tiada. aku tau, seharusnya gak perlu malu dan segan. tapi boleh gak sih, aku minta dingertiin aja, tanpa semua kata-kata "seharusnya" itu?
--------
aku pengen share gimana rasanya jadi anak yang gak ada memori apa-apa tentang ayah kandungnya sendiri. kalian pikir ini mudah? ini segampang semua teori "seharusnya" itu? NGGAK! ini gak gampang.
...
aku wanita muslimah, aku berusaha untuk teguh pendirian, untuk tidak baper apapun perhatian yang orang berikan. tapi aku juga manusia. kadang ada masanya aku ikut larut juga, ikut terlena juga. yang aku butuhkan? 1. disadarkan, 2. dingertiin. tapi kadang, banyak orang yang fokus untuk menyadarkan tanpa berusaha ngertiin apa yang aku rasakan.
aku sudah tau aku salah, tapi makin dibuat merasa bersalah lagi. tidak ada siapapun yang berusaha ngerti posisiku.
....
aku sering baca tulisan temen-temen yang lain, ntah itu yg fyp di reels instagram, di twitter (sekarang namanya X), atau di media-media lainnya. banyak yang sharing tentang standar minimum pasangannya. standar minimum mereka rata-rata adalah yang mirip ayahnya. di situ saja aku sudah kalah wkwkwk.
"loh shil, umimu gak pernah cerita ttg bagaimana pribadi ayahmu selama masa pernikahan mereka?". pernah sih, tapi gak banyak. apa yang kalian harapkan dari pernikahan yang baru berjalan 8 tahun? cerita apa yang kalian harapkan dari seorang umi, yang hampir ingin b*nuh diri karena sulitnya hidup sendirian menghidupi dua anaknya yang masih kecil? kisah-kisah manis mereka selama 8 tahun itu mungkin seketika menjadi rasa pahit, yang semakin diceritakan semakin menumbuhkan luka.
umi kehilangan ayahnya saat duduk di bangku SMP, kemudian kehilangan suaminya di saat pernikahannya masih berusia 8 tahun. it must be hard for her untuk kembali menceritakan kisah-kisah manis itu, kembali mengingat momen-momen manis itu. pasti sulit untuk berdamai dengan keadaan itu. bahkan aku pernah bertengkar dengan umi, perkara aku mau ziarah ke makam papi, tapi umi gak mau nemenin. umi takut, umi belum kuat, padahal papi pergi udah lebih dari 15 tahun yang lalu.
good for you yang punya ayah yang baik, yang bisa jadi contoh dan standar minimum pasangan kalian. btw, aku bukan bilang "berhenti share hal baik tentang ayah kalian!" ya😠aku seneng kok liatnya, aku seneng masih banyak orang beruntung di dunia ini. aku ikut bahagia untuk kalian. sambil berdoa, semoga di masa depan, aku bisa mewujudkan keluarga cemara seperti keluarga temen-temen lainnya.
....
aku merindukan pelukan. kapan ya, terakhir kali aku mendapatkan pelukan hangat dari seorang ayah? mungkin saat masih duduk di sekolah dasar, saat masih cengeng-cengengnya dan akhirnya digendong dan dipeluk oleh paman-pamanku untuk meredakan tangisku?
jujur, aku iri. aku iri melihat anak perempuan yang pulang dari perantauan, dijemput di bandara oleh ayahnya, kemudian bersalaman dan berpelukan. aku bukan melarang orang lain untuk bahagia di tempat umum. aku ikut senang, aku berharap bisa punya keluarga semanis itu di masa depan. tapi juga sedih, mengingat-ngingat kapan terakhir kali aku mendapatkan pelukan hangat dari seorang ayah.
terakhir kali yang aku ingat, hanyalah "puk-puk di kepala". tahun lalu, pamanku datang ke rumah. seperti biasa mengobrol sedikit sebelum aku kembali pulang ke perantauan. kala itu aku sedang demam, mataku mungkin terlihat merah. pamanku berpesan untuk baik-baik di perantauan, sambil mengelus kepalaku (karena aku terlihat kurang sehat). rasanya? hangat sekali. salah satu momen terbaik yang pernah aku rasakan setelah bertahun-tahun tidak merasakannya.
jika aku diberi umur panjang dan suatu saat diberikan kesempatan untuk menikah, aku punya satu keinginan yang "unik". aku gak mau salim setelah akad, aku maunya peluk! salim udah mainstream, hehe.
...
teman kecilku pasti tau, cita-citaku sejak duduk di bangku sekolah dasar. Iya, aku mau jadi psikolog keluarga, psikolog anak. Idolaku saat itu Bu Elly Risman.
kenapa psikolog? simpel. karena aku mau belajar parenting, dan punya keluarga kecil yang harmonis. iya, anak SD udah punya pikiran demikian. anak tsb bernama Ashil Nadhifa.
apakah ini hal yang keren? bisa jadi. seorang anak kecil sudah berpikir jauh ke depan, memikirkan "bagaimana anak kecil ini jika nanti sudah punya anak kecil lagi". dewasa sekali ya cara berpikirnya?
tapi, hal ini juga menandakan kehidupan anak kecil tersebut masih jauh dari kata harmonis. jika kamu membayangkan perjuangan keluarga kecil kami hanya sebatas anak yang butuh peran ayah dan istri yang harus bekerja keras mencari nafkah (karena ditinggal suami), kamu salah. ada satu perjuangan yang lupa kamu pikirkan. perjuangan seorang wanita, yang harus menyayangi 2 orang anaknya, di saat ia juga kehilangan kasih sayang dari orang terkasihnya.
bagaimana wanita itu akhirnya jatuh hati pada seseorang yang dirasa cocok, namun ternyata tidak juga. begitu saja terus siklusnya, sampai ia akhirnya memilih untuk menjadi seorang ibu saja, tidak lagi memikirkan dirinya untuk menjadi seorang istri.
------
yang di atas tadi, adalah sedikit dari kehidupanku. kehidupan anak yang disebut fatherless tidak, tapi disebut tidak fatherless pun tidak juga.
tapi, pernah gak sih kepikiran, bagaimana rasanya jadi teman-teman yang fatherless yang tidak seberuntung itu? mungkin orang tuanya bercerai, kemudian ayahnya jarang contact-an dengan anak-anaknya, ayahnya lepas tanggung jawab dari anak-anaknya, dst. atau, anak yatim juga sepertiku, tapi tidak memiliki paman-paman yang supportive, yang tau perannya sebagai "wali". atau, orang-orang yang ayahnya ada di rumah, menafkahi keluarganya secara lahir, tapi tidak secara batin. aku yakin yang mereka butuhkan bukan rasa kasihan, tapi cukup rasa empati dan saling mengerti.
------
stop generalisasi! tidak semua orang yang fatherless mencari perhatian dari luar. ada juga yang kemudian membenci laki-laki, karena mungkin mereka menyaksikan bagaimana "jahatnya" ayah/laki-laki di lingkungan mereka.
-----
kembali ke bagian awal dari catatan ini. coba kita berhenti sejenak dari pembahasan "seharusnya" ini. aku tau, aku paham, seharusnya jika kita mengikuti tuntunan agama, fatherless ini tidak akan terjadi. tapi, hidup tidak sesederhana itu. banyak yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. dan kami, sebagai anak, gak punya power apa-apa. yang mampu kami gerakkan hanyalah diri kami sendiri. yang mampu kami usahakan hanyalah diri kami sendiri.
kami berjuang, melawan sulitnya hidup sebagai anak yang fatherless ini, sendirian*. yang kami butuh cuma empati, yang kami butuh cuma semangat. semangat untuk berjuang di tengah keadaan ini. karena kalau masih harus ngomongin "seharusnya", mau sampai kapan menyalahkan keadaan?
*tentu tidak benar-benar sendirian, kita punya Allah.
untuk teman-temanku, yang mungkin sedang berjuang juga, apapun bentuk perjuangannya, semangat ya! ntah sedang berjuang untuk mengobati luka akibat memori-memori buruk sebagai anak yang fatherless, atau berjuang untuk tidak goyah iman sebagai seorang muslim terhadap perhatian lain yang ada di luar sana, dan perjuangan-perjuangan lainnya.
-----
catatan ini dibuat agar teman-teman bisa melihat dan mengerti bagaimana POV-ku sebagai seorang anak yang fatherless.
dan catatan ini belum selesai. di catatan selanjutnya, aku ingin berbagi tentang perjuanganku sebagai anak yang fatherless. membagikan apa yang sekiranya bisa kita lakukan sebagai anak yang fatherless yang sedang berjuang, salah satunya dalam mempertahankan keimanan agar tidak goyah, agar tidak terjerumus ke dalam jurang pacaran (walau akhirnya 'terjerumus' juga).
-----
terima kasih sudah membaca, salam hangat dariku untuk semua.
sampai jumpa👋
Comments
Post a Comment